Jumat, 31 Agustus 2012

Saatnya Untuk Menikah ^_^


"Ada perbedaan antara kesiapan ekonomi dan kesiapan memberi nafkah. Kesiapan ekonomi sebagaimana banyak ditafsirkan oleh saudara-saudara kita adalah kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh seorang laki-laki sehingga dengan kemampuan ekonomi itu ia bisa memberi nafkah. Kesiapan memberi nafkah lebih terkait dengan kesiapan untuk bersungguh-sungguh bekerja keras untuk keluarganya sehingga sekalipun saat menikah tidak memiliki kemampuan ekonomi yang memadai, ia tetap dapat menafkahi keluarganya"

Hmmm......
Terharu rasanya membaca kutipan tersebut. Dimana ini memberi penekanan bahwa betapa pentingnya menjalankan sunnah Rasul yaitu menikah. Meski tidak mempunyai kemampuan ekonomi yang memadai asal ada niat untuk bersungguh-sungguh, insya Allah ada jalan (Maher Zein kalliiiieee....)

Rasanya tidak perlu pembuktian yang panjang lebar untuk menunjukkan betapa indahnya pernikahan dimata orang-orang yang saling mencintai. Sepanjang sejarah ummat manusia, banyak peristiwa mengharukan karena besarnya keinginan orang yang mencintai untuk menikah. Pernikahan tampak begitu indah bagi orang yang belum menikah, semata karena mereka merasakan panas dinginnya menahan gejolak cinta. Namun, apa yang dapat direngkuh dalam pernikahan dua insan yang saling mencintai? Aku merasa lebih baik kalian mengalaminya sendiri sebab nikmatnya seiris jeruk lebih mudah dibuktikan oleh orang yang memakannya daripada memimpikan. Lagipula terlalu sedikit kosakata yang ku kuasai untuk menggambarkan perasaan yang merasuk dalam jantung.

Aku teringat kisah Umar bin Abu Rabi'ah dengan seorang pemuda Arab. Suatu malam, Umar bin Abu Rabi'ah keluar untuk melaksanakan thawaf di Ka'bah. Bersamaan dengannya, seorang wanita cantik juga sedang melakukan thawaf disana. Dibelakang wanita itu tampak seorang pemuda yang terus menguntitnya. Setiap kali wanita itu mengangkat kaki untuk diayunkan, pemuda yang menguntitnya meletakkan kakinya diatas tanahbekas pijakan wanita itu.

Umar bin Abu Rabi'ah terus mengawasi kedua orang itu. Tatkala wanita tersebut telah menyelesaikan thawafnya, pemuda tersebut masih saja menguntitnya untuk beberapa saat. Setelah itu, barulah dia beranjak pergi. Pada saat itulah Umar bin Abu Rabi'ah mendekatinya dan bertanya, "Maukah engkau memberitahu kepadaku mengapa engkau berbuat seperti itu?"

Pemuda itu menjawab, " Boleh. wanitayang engkau lihat tadi adalah putri pamanku. Aku jatuh cinta kepadanya, namun aku tidak memiliki harta. Aku nekad melamarnya kepada bapaknya, namun dia tetap tidak mau menerima lamaranku. Dia meminta maskawin yang tidak bisa kupenuhi. Yang engkau lihat tadi adalah yang bisa kulakukan terhadap dirinya. Sementara, tidak ada yang bisa kuharapkan dari dunia ini selain dirinya. Aku hanya bisa menemuinya tatkala dia thawaf dan bagianku seperti yang engkau lihat tadi".

"Siapa namamu?" tanya Umar
"Fulan bin Fulan", jawab pemuda itu.

"Bawa aku kepadanya", kata Umar. Lalu keduanya pergi menemui paman pemuda itu. Setibanya mereka disana, Umar meminta sang paman untuk keluar rumah.

Dengan tergopoh-gopoh, sang paman keluar dan bertanya, "Ada perlu apa, wahai Abul Khattab?"
"Nikahkan putrimu dengan Fulan anak saudaramu. Ini ada maskawin yang engkau minta, bisa engkau ambil dari hartaku," kata Umar.
"Aku sudah melakukannya".
"Aku ingin keduanya menikah sebelum aku beranjak pergi", kata Umar
"Itu pun akan ku lakukan".

Sebelum Umar beranjak pergi, demikianlah Ibnul Qayyim al Jauziyyah mengisahkan keduanya sudah menikah.

Kita tidak bisa mengetahui kelanjutan kisah mereka berdua setelah menikah. Kita hanya dapat merasakan betapa indahnya pernikahan dimata orang yang sedang dirundung panas dinginnya cinta. Namun mungkin anda akan bertanya, "Ah.... kan sudah biasa orang yang belum menikah menggebu-gebu seperti itu?"

Jika kalian memang bertanya seperti itu, izinkanlah Aiman bin Huzain menjawabnya.
"Tiada lagi resah saat bersanding dengan wanita resah itu hadir saat berjauhan dengannya".
Juga seperti yang diungkapkan dalam syair berikut ini: "Kerinduan semakin melecut suatu waktu jika jarak sebelumnya saling berdekatan".

Jadi jika kalian sudah merasa gelisah, jika pada malam-malam yang sepi mencekam tidak ada teman yang mendampingi. Inilah saatnya bagi kalian untuk menikah. Jika kalian sudah mulai tidak tenang saat sendirian, itulah saatnya anda perlu hidup berdua. Jika kalian sudah begitu resah saat melihat akhwat diperjalanan, itulah saatnya anda menguatkan hati untuk datang meminang. Hanya dua kalimat saja yang perlu kalian persiapkan untuk meminang: Alhamdulillah bila diterima dan Allahu Akbar bila ditolak. ^_^

"Tak ada waktu untuk menunda jika engkau memang telah siap, maka apalagikah alasan yang bisa engkau berikan untuk memaafkan dirimu sendiri? Bukankah jika engkau miskin Allah berjanji akan memberi kecukupan padamu"
(Dikutip dari buku favoritku "Saatnya Untuk Menikah" karangan Muhammad Fauzil Adhim)

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.