Sabtu, 21 Juli 2012

Senandung Rindu Rasulullah SAW

Postingan kali ini ku kutip dari sebuah buku yang berjudul "Muhammad SAW on Facebook" yang ditulis oleh M. Yasser Fachri. Dalam buku ini ada satu bab yang menggugah hatiku dalam menjalani hidup kedepan. judulnya "Mengarungi Samudera Rumah Tangga" karena kita pasti akan menjalaninya.

Sekarang aku ingin membaginya agar kita sama-sama belajar bagaimana membangun rumah tangga sebagaimana yang disebutkan dalam Al-qur'an dan hadits. Agar kita tidak salah dalam mengambil keputusan.
Selamat membaca.....

1. Surah itu Berarti Perceraian

Mushaf itu telah selesai dibaca. Suatu surah dari Al-Qur'an yang penuh makna telah pula dilalui. Surah itu bernama Ath-Thalaaq, surah ke-65 yang berarti "perceraian". Aku begitu terkesan dengan ayat-ayatnya yang agung. Sejak ayat kedua sampai dengan ketujuh, ada kalimat yang selalu diulang dengan penekanan yang berbeda:

"Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar"
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberi rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya"
"Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya"
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan kemudahan dalam urusannya"
"Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya"

Rasulullah bersabda "Sesuatu yang halal, tapi Allah sangat membencinya adalah perceraian" (HR. Ibnu Majah dan Abu Daud)

Dalam suatu riwayat Rasulullah SAW menjelaskan, kelak dihari kiamat Allah SWT enggan untuk membuka tabir diri-Nya kepada hamba-Nya yang pernah bercerai ketika didunia. Allah SWT berpaling dan tidak ingin melihatnya walaupun Dia telah mengampuninya.

Apakah yang menjadikan kata-kata "takwa" disebut berulang-ulang didalam beberapa ayat yang menjelaskan perceraian? Aku kembali mengingat arti kata takwa. Sejak kecil aku selalu diberikan pemahaman bahwa takwa asalah sebuah sikap selalu mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya. Aku bertanya, baik kepada diri, orang tua maupun guru, "dimanakah kita harus menempatkan diri kita? apakah kita harus bersikap seperti seorang budak? yang sangat takut kepada tuannya sehinnga seluruh yang diperintahkan harus dituruti dan segala larangannya harus dijauhi demi untuk terhindar dari murka si tuan? atau apakah kita harus bersikap seperti seorang pedagang yang selalu berorientasi pada keuntungan (dalam bahasa iman adalah pahala). Jika kita mengajarkan sesuatu, kita akan memperoleh keuntungan (pahala), dan kita selalu berlomba-lomba untuk meraih keuntungan(pahala) yang sebanyak-banyaknya?. Selama ini tidak ada jawaban.

Ternyata tafsir dari ayat-ayat surah "perceraian" itu begitu menakjubkan. Mungkin kita selalu bertanya "apakah yang terpenting dalam kehidupan sebuah rumah tangga?" Dapat dipastikan jawabannya adalah cinta dan keikhlasan. Tanpa dua hal itu sebuah rumah tangga tidak akan bertahan  dan kemungkinan besar akan terjadi perceraian. Jika bertahan pun, pastilah akan kehilangan "ruh" dan akan terasa hambar. Bayangkan jika kita berbuat kebaikan pada pasangan kita karena keterpaksaan pastilah berbuah penderitaan.

Allah ingin mengajarkan kepada kita disurah "perceraian" ini bahwa takwa yang kita pahami sebagai "sebuah kewajiban untuk selalu mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya" haruslah didasarkan kepada cinta dan keikhlasan kepada-Nya. Dua hal yang akan mendatangkan ridha-Nya.

2. Pernikahan Adalah Fitrah Manusia

Fitrah adalah suatu asal kejadian ketentuan Allah SWT yang bersifat suci dan baik. Dapat dipahami sebagai sesuatu tanpa cacat atau tanpa keburukan yang terkandung didalamnya.
Fitrah manusia adalah hidup berpasang-pasangan dan memiliki keturunan sejak Allah menciptakan Adam dan memperkembangbiakkan keturunannya sampai hari kiamat nanti. Allah SWT berfirman "Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam) dan menciptakan pasangan (istrinya) dari jenis yang sama dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah pada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta/menuntut hak satu sama lain dan peliharalah silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu mengawasi kamu" (QS. An-Nisa: 1)

Oleh karena itu menikahpun merupakan bagian dari fitrah manusia. Ia menjadi jembatan untuk memenuhi kebutuhan alamiah manusia dalam kehidupannya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, pernikahan sering dipahami sebagai suatu proses yang dimulai dari penemuan pasangan hidup karena kesamaan dalam beberapa hal. Baik itu sifat-sifat diri, status ekonomi, ataupun kebiasaan-kebiasaan kecil. Kesamaan yang awalnya kelihatan biasa-biasa saja itu berkembang menjadi rasa kagum atau ketertarikan untuk berkenalan lebih jauh dan kemudian meningkat menjadi rasa suka satu sama lain dan meningkat lagi menjadi rasa ingin selalu dekat. Jika tidak bertemu aka timbul rasa rindu. dalam prosesnya, akan timbul rasa sayang dan cinta yang semakin hari semakin dalam. Tak heran jika ada pepatah menhatakan "dari mata turun kehati".

3. Keluarga Sakinah, Mawaddah Wa Rahmah

Didalam menjalani hubungan rumah tangga, perlu kita sadari bahwa "Keluarga Bahagia Penuh Kasih dan Sayang" adalah menjadi dambaan setiap manusia. Keluarga yang demikian itu tidak mungkin terwujud hanya upaya tunggal dari suami atau istri. Harus ada upaya bersama, buah dari Caring dan Sharing.Yang satu tidak menjadi beban bagi yang lain, tapi sebaliknya memperkuat satu sama lain. Ingatlah firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 187 "Istri adalah pakaian bagi suami dan suami adalah pakaian bagi istri".

Untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah, ada pilar penting yang mutlak ada pada kehidupan suami istri, yaitu takwa, harta, sabar, ikhlas, adil dan syukur.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.